Dalam tulisan-tulisan
tentang keris, Penulis menguraikan sisi spiritual dan kebatinan dari keris
Jawa, khusus keris Jawa, yang dibuat oleh empu-empu keris jaman dulu di pulau
Jawa, yang mungkin akan berbeda karakteristiknya dengan keris-keris lain yang
dibuat di luar Jawa. Tetapi pengertian keris jawa ini juga berlaku untuk
keris-keris yang dibuat pada jaman sekarang yang teknik dan ritual pembuatannya
dan spiritualitas pembuatannya sama dengan spiritualitas dalam membuat keris
jawa jaman dulu (keris jawa muda).
Pengertian keris jawa ini
tidak berlaku untuk keris-keris kamardikan (keris-keris jaman kemerdekaan) yang
dibuat orang pada jaman sekarang yang walaupun tujuannya untuk melestarikan
seni perkerisan, tetapi teknik, proses ritual dan spiritualitas pembuatannya tidak
sama dengan pembuatan keris jawa. Uraian mengenai keris kamardikan sudah
dituliskan tersendiri dalam tulisan berjudul : Keris Kamardikan
Keris Jawa adalah salah satu
produk kebudayaan jawa. Keris secara umum adalah juga produk kebudayaan bangsa
melayu pada umumnya. Tidak diketahui secara pasti asal-usul sumber pertama
penemu keris ini dan menjadi polemik setelah negara Malaysia mengklaim sebagai
pemilik sah kebudayaan keris.
Di kalangan pencinta dan
pemerhati keris jawa, keris sering disebut sebagai tosan aji atau wesi aji.
Secara fisiknya, keris jawa bisa saja sama atau mirip dengan keris-keris lain
yang dibuat di luar Jawa, dan juga sama-sama menjadi sebuah senjata yang di
dalamnya mengandung kegaiban tersendiri, tetapi teknik pembuatannya (tempaan logamnya)
dan spiritualitas keris jawa mungkin tidak sama dengan keris-keris lain yang
dibuat di luar Jawa.
Sisi spiritualitas keris
jawa ini tidak bisa ditiru oleh pembuat keris lain di luar jawa, kecuali
keris-keris dari luar jawa itu pembuatnya adalah empu keris dari jawa atau
mereka membuat keris dengan filosofi yang sama dengan filosofi pembuatan keris
jawa. Keris-keris dari luar jawa yang filosofi spiritualitas pembuatannya mirip
dengan keris jawa adalah keris-keris Bali, walaupun nuansa kebatinan kegaibannya
tidak persis sama, tetapi perbedaan nuansa kebatinan kegaiban keris ini hanya
bisa diinderai oleh seseorang yang tingkat kepekaan / ketajaman kebatinan dan
spiritualitasnya tinggi.
Secara umum yang disebut
keris jawa adalah keris-keris yang dibuat oleh para empu keris jawa, dari dulu
sampai sekarang, dengan tatacara mengikuti cara lama para empu jaman dulu.
Secara umum keris Jawa sama
dengan keris Bali. Isi gaibnya juga sama, yaitu jenis gaib wahyu keris, yang
dalam tatacara mendatangkannya harus dimintakan dulu kepada para Dewa. Hanya
saja dalam tatacara penggunaan dan perawatannya mungkin tidak sama, tergantung
sifat kepercayaan dan tradisi yang berlaku di masyarakatnya masing-masing. Tapi
secara umum keris jawa bisa menerima cara perlakuan orang Bali kepada keris,
dan keris Bali bisa menerima perlakuan orang jawa kepada keris.
Secara umum, sebuah keris
dibuat dengan landasan kebatinan dan spiritualitas tertentu yang tidak sama
dengan cara orang membuat senjata atau benda-benda lain. Sekalipun budaya
perkerisan adalah umum di wilayah Asia Tenggara, tetapi masing-masing kerisnya
mempunyai karakteristik yang berbeda sesuai kondisi masyarakat daerahnya
masing-masing. Jadi, sekalipun secara fisiknya keris jawa tampak sama dengan
keris-keris lain dari luar jawa, tetapi sisi spiritualitasnya belum tentu sama.
Keris jawa sama sekali tidak dapat disamakan, apalagi digantikan, dengan
keris-keris lain dari luar jawa, apalagi dibandingkan dengan keris-keris dari
Malaysia, Brunei, dsb, yang jelas berbeda sifat psikologis dan spiritualitas
masyarakatnya dengan masyarakat Jawa.
Teknologi / teknik pembuatan
keris jawa sangat rumit dan hingga saat ini masih sangat sulit untuk ditiru
pembuatannya dengan teknologi modern. Ada orang-orang tertentu peneliti dari
Barat yang melakukan penelitian terhadap teknik pembuatan keris jawa dengan
sudut pandang ilmiah dan menggunakan peralatan modern. Dari jenis logam dan
campuran logamnya, penggunaan campuran nikel, titanium, dsb sebagai pengganti
logam meteorit, penempaan logam dengan suhu sekian derajat, cara pembuatan
pamor keris, dsb, semuanya diteliti dan ditiru. Sekalipun begitu, tetap saja
mereka sama sekali tidak dapat membuat keris dengan cara / teknologi mesin
modern yang hasilnya bisa sama dengan keris jawa, apalagi meniru kegaibannya.
Akhirnya, yang mereka buat adalah pisau-pisau belati tentara yang proses
penempaan logamnya meniru teknik pembuatan keris jawa.
Sekarang sudah tidak banyak
orang yang menginginkan keris sebagai milik / koleksi, kecuali keris yang merupakan
peninggalan dari orang tua pendahulunya, karena banyak yang tidak mengerti (dan
juga takut) terhadap sisi kegaiban yang terkandung di dalamnya dan keharusan
ketelatenan dalam hal pemeliharaan keris. Budaya mengenakan keris juga sudah
jauh berkurang, karena budaya perkerisan dipandang hanya sebagai budaya masa
lampau dan keris juga tergolong sebagai senjata tajam yang tidak boleh
sembarangan dikenakan / dibawa-bawa ke tempat umum. Namun ada juga orang yang
sengaja memelihara keris atau bahkan menjadi kolektor keris, karena keris
merupakan benda purbakala yang unik, yang juga dapat diperjual-belikan, selain
karena faktor kegaibannya.
Dari teknik khusus
pembuatannya dan kisah-kisah magis atau kegaiban keris itu pulalah keris
menjadi hasil suatu karya seni tingkat tinggi yang hanya dinikmati oleh mereka
yang benar-benar mengerti, memahami dan menghargai. Yang sangat membedakan
keris dengan jenis-jenis senjata lain adalah justru pada kisah-kisah magis yang
dibangun bersama kehadiran keris itu sendiri sejak awal pembuatannya.
Mungkin awalnya sebuah keris
dibuat hanya sebagai sebuah senjata tikam atau sabet. Tetapi seiring
perkembangan jaman, di pulau Jawa khususnya, pada jamannya, selain faktor
kegaibannya, sebuah keris menjadi lambang derajat pemiliknya, lebih dari
sekedar senjata perang / tarung. Sebuah keris dibuat khusus oleh empu
pembuatnya untuk si pemesan. Fisik kerisnya, kegaiban / tuah dan tingkat
kesaktiannya oleh si empu disesuaikan dengan kondisi si pemesan sesuai batas
kemampuan si empu. Bila keris hanya menjadi sebuah senjata tarung atau senjata
tikam, tidak mungkin keris akan dibuat sangat indah, atau beraksesoris mewah,
bila kemudian hanya menjadi sebuah senjata yang harus berlumuran darah.
Ada juga benda-benda lain
yang dibuat dengan filosofi spiritual dan teknik yang serupa dengan pembuatan
keris (tempaan logam berlapis-lapis), misalnya tombak, pedang jawa dan kujang
(yang berwarna hitam). Masing-masing mempunyai kegaibannya sendiri-sendiri
sesuai maksud pembuatannya masing-masing. Tidak jelas mengapa dibuat dengan
cara seperti itu (tempaan logam berlapis-lapis). Namun dari pengamatan penulis,
dengan pembuatan yang demikian itu memang cocok sekali untuk diwarangi dan
cocok sekali untuk "diisi" dengan mahluk gaib dan sosok gaib yang
berada di dalamnya merasa betah. Berbeda sekali dengan bila keris itu hanya
dibuat dari sebatang logam yang kemudian dibentuk menjadi keris (tidak ditempa
berlapis-lapis). Dengan demikian, istilah keris dalam tulisan ini termasuk juga
benda-benda tersebut di atas yang filosofi spiritualnya dan teknik / proses
pembuatannya serupa dengan pembuatan keris.
Ada bagian keris yang
disebut 'pamor keris', yaitu motif gambar pada badan keris, yang
katanya terbuat dari logam meteorit, nikel ataupun titanium. Menurut hemat
penulis, bagian pamor keris itu tidak termasuk bagian yang dihuni oleh 'gaib'
keris, mungkin karena sosok gaibnya tidak cocok dengan jenis logamnya.
Jadi, walaupun dimaksudkan sebagai penambah kecantikan keris dan juga sebagai
penguat struktur logam keris, bagian pamor keris tersebut tidak banyak
volumenya, tidak dominan dalam badan keris. Mungkin memang disengaja begitu
oleh si empu pembuatnya, karena bagian itu memang tidak dihuni oleh sosok gaib
keris.
Orang jaman sekarang banyak
yang mengatakan bahwa keris yang bagus adalah yang bahannya banyak mengandung
logam meteorit. Padahal penggunaan bahan meteorit tidak boleh sembarangan
digunakan dalam pembuatan keris. Bahan meteorit biasanya mengandung hawa aura
panas yang tidak baik untuk kesehatan dan kejiwaan manusia. Kalaupun digunakan,
biasanya jumlahnya sedikit sekali, dan dipilih batu meteorit yang auranya tidak
terlalu panas, untuk digunakan menambah aura panas, gagah dan berwibawa dari
kerisnya.
Jika banyak menggunakan
bahan meteorit, mungkin itulah yang terjadi pada keris Kiai Condong Campur,
yang menurut sejarahnya bersifat jahat, menyebarkan hawa penyakit dan
ketakutan. Sebuah keris yang sakti sekali, yang pembuatannya didasarkan pada
ambisi membuat keris paling sakti di tanah Jawa, yang bahkan sepasang keris
sakti Nagasasra dan Sabuk Inten pun tidak mampu menundukkannya. Kesaktian keris
Kiai Condong Campur hanya berhasil dikalahkan oleh keris Kiai Sengkelat, dengan
ujung kerisnya patah sebagai tanda kekalahannya, yang kemudian dilebur kembali
menjadi segumpal logam dan dilarung di pantai Tuban.
Penggunaan bahan meteorit
dalam bahan keris biasanya akan menimbulkan gambar / motif pada badan keris
yang disebut pamor keris. Tetapi penggunaan bahan meteorit dalam pembuatan
keris Nagasasra sama sekali tidak menimbulkan motif pamor. Satu-satunya gambar
yang ada pada badan kerisnya adalah gambar naga yang terbuat dari emas. Begitu
juga penggunaan bahan meteorit dalam pembuatan keris Sengkelat yang sama sekali
tidak menimbulkan motif pamor, karena keris tersebut hitam gelap, keleng, tidak
berpamor.
Sepasang keris Nagasasra dan
Sabuk Inten dan keris Sengkelat adalah keris-keris yang luar biasa, suatu maha
karya dalam dunia perkerisan. Keris-keris tersebut mendapatkan banyak pujian
dan pengakuan dari dunia perkerisan dan banyak orang yang ingin memilikinya,
sehingga banyak dibuat tiruannya.
Banyak keris yang mempunyai
keistimewaan tertentu yang dapat ditunjukkan kepada orang lain. Misalnya saja
keris singkir api yang dapat memadamkan api. Keris singkir angin yang dapat
meredakan angin badai dan hujan. Ada keris yang mempunyai bayangan lebih dari
satu bila dikenai sinar matahari dan bayangannya itu bergerak-gerak seperti
ular. Ada juga yang dapat berdiri di atas kaca rata tanpa bersandar pada
sarungnya atau apapun (dengan bagian runcingnya di bawah).
Biasanya sebuah keris dapat
berdiri tegak dengan bersandar pada sarungnya, karena keris dibuat dengan
memperhatikan titik keseimbangan tumpuan dan keselarasan ergonomis kelurusan
posisi tangan dengan badan keris. Namun untuk dapat berdiri di atas kaca rata
dengan bagian runcingnya di bawah dan tanpa sandaran apapun, biasanya dilakukan
setelah berkomunikasi dengan gaibnya supaya mau menunjukkan kelebihannya.
Kekuatan dan kesaktian gaib
keris berbeda-beda. Banyak yang kekuatannya biasa saja, tetapi banyak juga yang
memiliki kesaktian tinggi. Sekalipun sebuah keris jawa kekuatan gaibnya biasa
saja, tetapi tetap jauh lebih tinggi kekuatannya dibandingkan kesaktian jimat-jimat
yang biasa dipakai untuk kekebalan / kesaktian, seperti wesi kuning, rante babi
atau batu mustika merah delima ataupun jimat-jimat rajahan dan jimat isian.
Jika sebuah keris jawa sedang digunakan untuk bertarung / berkelahi,
kegaibannya akan mengalahkan kesaktian gaib lawan (ilmu kesaktian gaib lawan
dan kesaktian dari jimat-jimat yang dipakai oleh lawan). Setelah ilmu gaib
lawan dilumpuhkan (termasuk ilmu kebalnya), maka fisik keris itu menjadi
senjata untuk menusuk atau merobek badan lawan. Maka berhati-hatilah bila anda
ingin menguji kekebalan tubuh dengan menggunakan keris, karena selain keris itu
dapat melunturkan ilmu kebal anda, racunnya juga dapat meracuni anda bila anda
terluka oleh keris.
Pada jaman sekarang, budaya
pemakaian keris sudah menurun sekali. Keris tidak lagi digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Termasuk di keraton yang masih ada, keris hanya
dikenakan dalam acara-acara tertentu saja yang bersifat formal, tidak digunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi keris termasuk sebagai jenis senjata tajam
yang tidak boleh seenaknya dikenakan / dibawa-bawa ke tempat umum. Tidak banyak
lagi orang yang ingin memiliki keris, apalagi menjadi kolektor keris. Tetapi
aspek mistis dari sebuah keris masih tetap tinggal dan dikenal dimana-mana.
Puncak kejayaan keris ada
pada jaman Kediri, Singasari dan Majapahit. Keris-keris buatan jaman itu baik
sekali tempaan logamnya dan kuat sekali kegaiban mistisnya dan keris dipakai
secara umum di masyarakat. Keris-keris yang dibuat pada jaman berikutnya, yang
seharusnya sudah lebih maju, justru mempunyai kegaiban, kualitas bahan dan
penggarapan yang jauh di bawahnya. Keris-keris yang dibuat pada jaman kerajaan
Demak dan sesudahnya, walaupun banyak sekali variasi bentuknya dan banyak
menggunakan aksesoris mewah, tetapi kualitas tempaan logamnya dan kekuatan
kegaiban di dalamnya tidak sebaik keris-keris jaman Singasari dan Majapahit.
Pada jaman sekarang, banyak
keris yang hawa aura mistisnya sudah redup, sudah dingin / adem / anyeb, mirip
seperti keris kosong tak berpenghuni gaib.
Hawa auranya sudah menurun karena terpengaruh oleh perkembangan jaman
dimana keberadaan keris sudah mulai diabaikan, tetapi kekuatan aura keris-keris
tersebut akan terasa ketika sudah menyatu dengan seorang pemilik yang sesuai.
Bagi orang-orang yang
memiliki atau menyimpan keris, sebaiknya juga memiliki pengetahuan tentang
kegaiban keris (bisa menayuh keris), tatacara pemakaian keris, pemeliharaan
keris, dsb, jangan hanya sekedar asal memiliki atau mengkoleksi keris, supaya
bisa merasa lebih dekat dengan kerisnya dan tidak terbawa-bawa cerita tentang
mistis keris atau mengkultuskan kegaiban keris, supaya keris tidak dimusuhi
orang karena cerita mistisnya, atau justru keris dijadikan sebagai suatu alat
pemujaan.
No comments:
Post a Comment